JAKARTA (Beritatrans.com) – Terkait biaya pemeliharaan di PLN, pada program 10.000 MM, PLN banyak menggunakan teknologi China pada pembangkit. Namu ternyata pembangkit tersebut tidah handal dan berkualitas rendah, akibatnya PLN menanggung biaya perawatan yang tidak sedikit.
“Misalkan kita bangun pembangkit itu 100 MW, ternyata dia hanya mampu berporoduksi 60 hingga 70 MW. Ini merugikan operasional kelistrikan PLN disamping itu sering rusak. Ini sangat membebankan keuangan PLN untuk memelihara,” kata Ketua SP PLN Jumadis Abda di Jakarta, Selasa (8/9/2012).
Kalau kita bandingkan tahun 2015 dengan 2016, lanjut Jumadis, selama satu tahun itu biaya pemeliharaan naik Rp 4 triliun,. Jumlah itu sudah komposisi sampai 11 persen.
“Idealnya biaya pemeliharaan itu untuk sistem kelistrikan 4 hingga 6 peren. Jadi inefisiensi Rp11 triliun,” papar Jumadis.
Terkait pola operasi, tambah Jumadis, dengan kehadirannya IPP menggunakan regulasi take or pay hal ini juga menjadi beban bagi PLN, terkadang meskipun tersedia produksi dari pembangkitan PLN namun PLN tetap mengutamakan listrik produksi swasta.
“Kita minta kalaupun listrik swasta hadir, harus sesuai dengan UU No 30 tahun 2009 pasal 4. Mereka hanya berpartisipasi dan tidak dominan. Dikatakan idealnya maksimal 20 persen konposisi listrik swasta dalam kelistrikan nasional. Semakin banyak akan makin menjadi beban, karena sistem take or pay,” tegas Jumadis.(helmi)
The post Pembangkit Dari China Tak Andal Biaya Perawatan Tinggi appeared first on Berita Trans.